Banyak opini ataupun persepsi yang ada dibenak
orang-orang ketika mendengar kata MAPALA. Ada yang menganggap hanya sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang
menyalurkan minat dan bakat Mahasiswa dibidang kepecinta alaman dan petualangan
di alam bebas, bahkan tidak sedikit yang hanya menganggap mapala sebagai
kumpulan orang-orang yang kerjaannya naik gunung dengan pakaian lusuh serta bertampang agak dekil.
Mapala sendiri singkatan dari Mahasiswa Pecinta Alam.
Dari sini sebenarnya sudah sedikit dapat kita gambarkan bahwa mapala adalah organisasi yang dalam
aktivitasnya berkaitan dengan alam dan pelestariannya.
Adapun terkait dengan
aktivitasnya dialam bebas seperti Pendakian gunung, Pemanjatan tebing,
Penelusuran Goa, hingga arung jeram memang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
Mapala.
Namun terlalu tergesa-gesa jika kita lantas menyimpulkan
bahwa aktivitas Mapala dalam hal ini saya mengangkat mapala meratus khususnya, yang kerjanya hanyalah naik gunung. Karena Pendaki gunung belum tentu
mapala dan Naik gunung bukanlah satu-satunya kegiatan Mapala.
Ketika kita ingin berbicara tentang mapala pada umumnya tidak
dapat dipisahkan dengan akar historis berdirinya mapala itu sendiri yaitu pada
tahun 1964 di kampus Univesitas Indonesia (UI) yaitu Soe Hok Gie dan kawan
kawan yang memiliki gagasan untuk mendirikan Mapala karena faktor internal
(keinginan anggotanya yang memiliki kesamaan minat) dan faktor eksternal yaitu
politik kampus yang terlalu banyak di boncengi oleh kepentingan-kepentingan
eksternal dan beraroma “Tai Kucing”.
Sehingga mereka ingin tetap menjadi kelompok independen dengan
metodenya sendiri dalam pergerakan untuk menanamkan doktrinisasi cinta pada
tanah air “Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya
pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan.
Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat, kalau ia mengenal akan
objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal
Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda
harus berati pula pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berati
pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.” njadi Insan yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Mapala Hanya Naik Gunung?
Mapala Hanya Naik Gunung?
Tidak benar karena mapala juga
terlibat aktif dalam beberapa advokasi lingkungan dengan dengan kegiatan-kegiatannya
mulai penelitian tingkat kerusakan lingkungan, sosialisasi pelestarian
lingkungan baik dengan seminar maupun laporan-laporan penelitian anggota.
Hingga turun langsung ke lapangan untuk melakukan advokasi lingkungan di
masyarakat.
Mapala Hanya Naik Gunung?
Mapala Hanya Naik Gunung?
Selain kegiatan edukasi dan
advokasi lingkungan mapala juga turut berperan aktif ketika terjadi bencana
alam, baik dengan turun langsung ke lapangan seperti pada Banjir di Sungai
danau yang Nasional pada tahun 2010 yang menjadi bencana nasional. Ketika bencana
ini terjadi anggota mapala meratus mengambil slayer Jingga kebanggaanya
kemudian turut serta melakukan evakuasi warga dan menyalurkan logistik kedaerah
yang terisolir.
Penggalangan dana sebagai
wujud kepedulian sosial kepada masyarakat yang tertimpa bencana pun tidak
jarang dilakukan baik hanya mapala meratus maupun bekerja sama dengan
organisasi lainnya.
Mapala Hanya Naik Gunung?
Mari kita coba
mengkalkulasikan dari lingkungan terkecil kita di kampus IAIN Antasari hari ini.
coba berhitung dan jangan lupakan atau seolah amnesia proses penghijauan yang
sudah mapala lakukan di kampus 70 % pohon yang hari ini ada adalah
kenang-kenangan dari mapala meratus dari generasi ke generasi.
Bagi sebagian orang mungkin apalah arti sebuah pohon, namun bagi yang lain
pohon mungkin memberikan kesejukan keteduhan serta manfaat yang tidak dirasakan
secara langsung seperti penetralisir karbon dioksida, peresap air yang berlebih
serta menambah keindahan.
Tapi jauh dari itu semua kami ingin merealisasikan hadits Rasulullah SAW “Tidaklah seseorang menanam sesuatu, kemudian
tanaman itu dimakan orang lain, burung ataupun binatang-binatang lain, kecuali
hal itu menjadi sedekah baginya”
Mapala Hanya Naik Gunung?
Teringat suatu desa yang bernama Pantai Mangkiling desa Hantakan,
Barabai berada di pedalaman yang disana hidup suku asli Kalimantan. Masyarakat disana
tidak asing dengan Mapala, bukan karena mereka masyarakat kampus tetapi karena
desa itu adalah desa binaan dari Mapala Meratus, didesa ini anak-anak Mapala
berusaha untuk berbagi apa yang dimiliki dan mengabdikan dirinya dan mencoba
merealisasikan salah satu kewajiban dan butir dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pengabdian. Serta belajar untuk
bermasyarakat serta kearifan lokal yang ada.
Dan prestasi yang paling
berkesan yang pernah ditorehkan di desa ini adalah ketika senior-senior kami berhasil
meng Islam-kan seorang kepala suku dan di ikuti oleh komunitasnya di daerah
pedalaman, dan mendirikan sebuah Surau sebagai tempat ibadah dan pembinaan di
daerah tersebut.
Dan pada umumnya mapala PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam) Memiliki desa
binaan masing-masing, hal itu tertuang dalam Nota Kesepakata di MKM (Muktamar
& Kenal Medan) Mapala PTAIN se-Indonesia.
Baru-baru ini juga Mapala meratus bersama mapala PTAIN ketika kegiatan MKM VII melakukan
bakti sosial pembersihan desa dan mushala-langgar, serta membuat plang batas RT
serta desa dalam rangkaian kegiatan Penelusuran Goa di desa Riam Adungan,
kabupaten Tanah Laut.
Mapala Hanya Naik Gunung?
Tidak ada yang menyangkal bahwa Mapala suka naik gunung, dan
bertualang alam bebas. Tapi jangan di lupakan bahwa kami juga mahasiswa yang
kuliah, ngerjain tugas dosen, middle serta final test dan pada akhirnya harus
mengerjakan Skripsi sebagai tuga akhir seperti mahasiswa yang lain.hahaha.
Kegiatan kami pun banyak yang berbau ilmiyah, mulai dari seminar hingga
penelitian tentang lingkungan hingga sosial-budaya dan kearifan local yang ada.
Lalu kenapa itu kami naik gunung dan berpetualang? Karena kami mencintai
keindahan, kami mencintai kedamaian, persaudaraan, kesederhanaa, keheningan, kami
mencintai Keberanian dan kami menggandrungi sebuah tantangan.
Karena dengan itu semua setidaknya kami bisa mensyukuri dan mencintai Sang Maha
Pencipta. Alhamdulillah terucap ketika
mencapai puncak dan ditengah ke Indahan kata Subhanallah pasti terukir.
Sekarang giliran saya yang bertanya APAKAH MAPALA HANYA NAIK GUNUNG? :D
:D
BalasHapusSya Setuju,
BalasHapusWhy ?
Because Me Is SISPALA :)